DENPASAR-sightseeingbali.id

Menyaksikan Wimbakara (Lomba) Masatua Bali di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Provinsi Bali, serasa obat kangen pada masa anak-anak. Bagaimana tidak, orang dewasa, bahkan ada yang sudah kakek-kakek “nyatua” (bercerita) seperti budaya sebelum tidur ketika kecil dulu. Suaranya halus, dan terkadang besar ketika menegaskan sifat tokoh dalam satua itu. Walau, disertai dengan gerak, mimik dan perbedaan suara, namun, mereka kemudian menjelaskan pesan atau makna yang disampaikan dalam satua, untuk kemudian dicontoh dalam menjalani kehidupan.

Itulah suasana lomba masatua Bali dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) XLV yang berlangsung, Selasa (20/6/2023). Ada sebanyak 8 orang merupakan peserta umum dari tiga kabupaten dan kota di Bali, yaitu Kabupaten Gianyar, Badung dan Kota Denpasar. Para peserta adalah laki-laki yang diberikan kesempatan masatua dengan durasi waktu 15 menit hingga 20 menit membawakan topik tentang Segara atau laut. Para peserta tampil dalam lomba mengenakan busana adat madya atau busana modifikasi, sesuai dengan tuntutan tema satua.

Pada urutan no dada 1, I Kadek Sumadiyasa, S.Sn.,M.Sn dari Kota Denpasar menampilkan satua “Ngaro” sebuah upacara di tengah laut Segara Karang yang dilaksanakan oleh trehan (keturunan) Arya dari Banjar Madura Samu Sanur Intaran. Makna dari ngaro itu, sebuah penyucian untuk Bhatara Baruna, penyucian bumi di tengah laut Segara Karang. “Satua ini, untuk mengingatkan kepada semua orang, bahwa upacara yang diadakan di tengah laut itu untuk melestarikan bumi, termasuk menjaga alam laut serta segala isinya,” katanya diakhir cerita.

Sementara Jero Mangku Made Sukarja asal Denpasar yang mendapatkan no dada 2 mengangkat satua “Tukang Pancing”. Peserta yang sudah mulai uzur ini begitu santai dalam masatua, namun menarik karena ada komunikasi dengan penonton. Dengan gayanya yang santai, Jero Mangku ini nyatua dengan lihai, mulai dari kata-kata, gerak hingga ekspresi yang begitu kuat. Penonton yang larut di dalam satua itu terkadang menyahut ketika ditanya oleh peserta yang kreatif diatas panggung.

Tampak sekali peserta ini memiliki dasar mebaosan, mewirama, sehingga kata-kata yang disampaikan sangat pas, untuk anak-anak atau remaja sebagai pendengar setia. Konon, dirinya biasa nyatua kepada anak-anak dulu, namun kini ketika jaman mulai canggih kegiatan itu jarang dilakukan. “Pesan yang ingin saya sampaikan, sebagai orang mesti selalu giat, tekun pada sastra agama, belajar tutur, rajin bekerja, serta bersyukur. Sesuai dengan tema PKB XLV ini, kita mesti menjaga laut agar tetap suci, lestari, karena laut adalah sumber kehidupan, sehingga jangan membuang sampah dan mengotori laut,” ujarnya.

Lalu, peserta no dada 3, Pande Made Rahajeng, duta dari Kabupaten Gianyar tampil layaknya seorang dalang dengan memakai bahasa sangat lengkap. Karakter suara yang disajikan juga berbeda-beda, sesuai dengan karakter tokoh dalam cerita itu. Terkadang pula bergerak, menguatkan tokoh yang diangkatnya. Kemudian, dibagian akhir, peserta ini tetap menyampaikan makna dari satua yang dipaparkannya.

Peserta lainnya, yaitu I Made Sudira (Kota Denpasar, I Ketut Wira (Kota Denpasar), serta I Wayan Warsa, I Putu Oka Subawa dan I Ketut Jiwa sebagai peserta dari Kabupaten Badung. (SSB)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *