MANGUPURA – sightseeingbali.id

Perayaan hari Tumpek Kandang yang jatuh setiap Saniscara Kliwon Uye dalam kalender Bali, Sabtu 21 Oktober 2023, DTW kawasan Luar Pura Uluwatu, Desa Pecatu, Kuta Selatan, Badung, kembali mempersembahkan gebogan buah untuk kawanan Monyet disana. Menariknya, pada perayaan kali ini, dipersembahkan sebanyak dua gebogan buah dengan ukuran jumbo, yakni setinggi 2 meter lebih.

Persembahan gebogan buah ini, tentunya menjadi tontonan menarik bagi wisatawan yang berkunjung ke DTW yang paling diminati wisatawan mancanegara ini. DTW Uluwatu dengan julukan ‘The Five Wonderful Beauties’, selain menyuguhkan panorama alam berupa tebing kapur dan lautan lepas, pengunjung juga bisa melihat Sunset, Pura, Forest (hutan) dengan keberadaan Monyet, dan juga atraksi budaya berupa pementasan tarian Kecak, termasuk perayaan tumpek Kandang.

Perayaan Tumpek Kandang kali ini, juga diisi penyerahan burung perkutut untuk dibudidayakan serta pelepasan sebanyak 75 burung perkutut ke alam liar. Pelepasliaran burung perkutut ini, dilakukan sebagai upaya untuk mengembalikan populasi burung perkutut di wilayah desa Pecatu yang keberadaanya dulu sempat terkenal luas.

Ditemui usai prosesi upacara, Bendesa Adat Pecatu, Made Sumerta menyampaikan kalau persembahan gebogan buah ini, terus disesuaikan dengan jumlah populasi Monyet yang semakin bertambah. Apalagi saat ini kondisi kunjungan yang sudah mulai pulih, tentu ini perlu disyukuri. Hal itu karena keberadaan monyet di DTW Uluwatu, menjadi daya tarik khusus, sehingga setiap tumpek Kandang, dipersembahkan gebogan buah ini.

“Bertepatan dengan Tumpek Uye sesuai dengan tradisi yang dilakukan, kita kembali mempersembahkan gebogan buah. Gebogan yang dipersembahkan ini, jumlahnya ditambah menjadi dua gebogan. Karena seiring populasi monyet yang semakin berkembang jumlahnya,” ucapnya.

Namun demikian, ditegaskan Sumerta yang juga Anggota DPRD Badung ini, ada atau tidaknya hari raya, keberadaan monyet di kawasan DTW Uluwatu ini, selalu diperhatikan makanannya. “Astungkara mereka sudah dialokasikan makanan yang secukupnya, sesuai kebutuhan untuk kesehatan. Ini juga membuktikan perhatian untuk monyet ini cukup terjamin,” ucapnya.

Sementara itu, Panglingsir Puri Agung Jrokuta selaku Pengempon Pura Uluwatu, I Gusti Ngurah Jaka Pratidnya atau sering disapa Turah Joko, mengatakan, melalui perayaan hari tumpek Kandang ini, sebagai umat Hindu agar bisa bersinergi dengan binatang-binatang yang ada di sekitar, melalui prosesi upacara. Kegiatan ini telah rutin dilakukan setiap tumpek kandang, untuk selalu mendekatkan dengan keberadaan wenara atau monyet yang ada di area DTW. Apalagi populasinya semakin bertambah, yang mana saat ini di DTW Uluwatu sudah ada sebanyak 650 monyet, terdiri dari 6 kelompok.

“Kami tekankan kalau keberadaan monyet ini tetap menjadi aset kita di Pura Luhur Uluwatu. Karena keberadaan monyet ini juga menjadi daya tarik bagi wisatawan,” tegasnya

Terkait pelepasan burung kata dia, merupakan kegiatan yang kedua kali digelar oleh pelestari burung perkutut di Bali. Hal itu dilakukan karena sejak dulu, keberadaan perkutut Pecatu sangat terkenal, dikarenakan dari segi bentuk dan suaranya sangat bagus. “Maka dari itu kami sangat berterima kasih kepada komunitas pelestari perkutut. Tentunya saya berharap, kedepan, ikon burung perkutut pecatu itu, bisa tumbuh dan berkembang biak,” harapnya.

Sementara, Ketua Persatuan Pecinta Perkutut Indonesia, Budi Dharma menyampaikan terima kasih kepada pengelola DTW Uluwatu. Yang mana pihaknya diberikan kesempatan untuk bekerjasama dan dalam waktu yang tepat saat Tumpek Kadang. Pihaknya dari pelestari burung perkutut seluruh indonesia ini merupakan program nasional, dimana ingin melestarikan perkutut di alam liar. “Kami bekerjasama dengan pihak Uluwatu yakni melepasliarkan sebanyak 75 ekor perkutut, dan kami memberikan bibit burung perkutut juga berjumlah 10 pasang. Kami tidak hanya melepasliarkan saja tetapi kami bertanggung jawab soal kelanjutannya,” ucapnya.

Di sisi lain, manajer Pengelola Kawasan Luar Obyek Wisata Uluwatu, I Wayan Wijana mengaku berterima kasih pula pada persatuan pecinta perkutut Indonesia. Pelepasliaran burung perkutut ini suatu inovasi yang dilakukan di DTW Uluwatu. Wijana juga tidak memungkiri kalau pelepasan burung perkutut ini adalah ikon di daerah Pecatu, yang kini mulai langka. Kalau dulu, kata dia, orang kenal perkutut itu ada di Pecatu, namun lambat laun punah, karena ada proses pembangunan dan lainnya. “Selain kami menghargai monyet, kami sekarang ini juga berupaya membangun ekosistem kembali melestarikan lagi perkutut yang ada di bukit,” tegasnya.

Dalam konsep Tri Hita Karana ini sangat masuk. Karena dengan konsep pariwisata budaya pelestarian burung, saling menghargai sesama, ini adalah suatu konsep yang betul-betul bersinergi. Sehingga, pihaknya menyambut baik dengan memberikan program. Wijana juga berharap terjadi suatu ekosistem burung perkutut lagi di Uluwatu ke depannya. “Kami berharap agar burung yang pernah eksis ini bisa kembali di Uluwatu. Sehingga kita bisa mendengar lagi suara burung berkicau dan tentunya akan memberikan suasana yang bagus bagi kita,” harapnya. (SSB)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *