GIANYAR – sightseeingbali.id
Taman Safari Bali meresmikan Lorikeet Breeding Center Perkici Dada Merah (Trichoglossus forsteni mitchellii) pada Jumat, 26 September 2025. Pusat pembiakan ini menjadi tonggak penting dalam upaya pelestarian burung endemik Indonesia yang terancam punah, khususnya Perkici Dada Merah, yang populasinya di alam terus menurun.
Peresmian dilakukan oleh Direktur Konservasi Spesies dan Genetik, Nunu Anugrah, S.Hut., M.Sc., mewakili Dirjen KSDAE, dengan dukungan penuh dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Balai KSDA Bali. Momentum ini juga menjadi penanda penyambutan Perkici Dada Merah yang berhasil direpatriasi dari Inggris ke Bali, hasil kolaborasi antara Taman Safari Indonesia, World Parrot Trust, dan Paradise Park.
“Lorikeet Breeding Center ini dirancang untuk mendukung program pengembangbiakan terkontrol yang berorientasi pelepasliaran di habitat alaminya (connecting ex situ to in situ). Harapan kami, hutan-hutan di Bali dan Lombok kembali semarak oleh suara Perkici Dada Merah,” ujar Jansen Manansang, Founder Taman Safari Indonesia.
Direktur KSG, Nunu Anugrah, dalam sambutannya menekankan: “Peresmian Lorikeet Breeding Center adalah bukti nyata komitmen pemerintah bersama mitra strategis dalam menyelamatkan satwa endemik. Repatriasi Perkici Dada Merah merupakan langkah awal yang penting, dan kami berharap pusat pembiakan ini dapat mendukung program pelepasliaran, sehingga satwa ini kembali mengisi ekosistem alaminya.”
Sebagai satwa liar dilindungi berdasarkan peraturan perundangan di Indonesia, Perkici Dada Merah juga masuk kategori Endangered (EN) menurut IUCN. Ancaman utama spesies ini berasal dari perdagangan ilegal dan hilangnya habitat alami, sehingga keberadaan breeding center menjadi bagian vital dalam strategi konservasi jangka panjang.

Acara peresmian turut dihadiri Kepala Balai KSDA Bali, perwakilan Pemerintah Provinsi Bali, akademisi, serta mitra konservasi. Ratna Hendratmoko, Kepala Balai KSDA Bali, menyampaikan apresiasinya:
“Apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang telah mendukung, baik secara teknis maupun administratif. Hal ini membuktikan bahwa konservasi tidak dapat dilakukan sendiri. Keberhasilan ini adalah hasil sinergi yang harus terus diperkuat agar perlindungan satwa liar dapat berkelanjutan.”
Ia menambahkan, “Balai KSDA Bali sepenuh hati mendukung dan membuka selebar-lebarnya ruang kolaborasi bagi seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama menjaga kelestarian satwa dan habitatnya demi masa depan yang lebih lestari.
Sebagai simbol harapan, sepasang indukan perkici resmi diberi nama “Galih” dan “Arya”. Pada kesempatan yang sama, diputar film dokumenter perjalanan repatriasi Perkici Dada Merah, menampilkan tantangan sekaligus harapan besar dari upaya konservasi ini.
Dengan tagline “Kedis Mewali ke Bali”, Taman Safari Bali bersama mitra nasional dan internasional menegaskan komitmen untuk mengembalikan suara burung endemik kebanggaan nusantara ke habitat alaminya demi masa depan yang lebih lestari. (SSB)